Rabu, 26 Juni 2013

Peranan Sekolah Dalam Perubahan Sosial



Daftar Isi
Cover………………………………………………………………........     
Kata Pengantar………………………………………………………….     
Daftar Isi………………………………………………………………..      
Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang…………………………………………………..          
1.2. Rumusan Masalah……………………………………………….          
1.3. Tujuan……………………………………………………………         
Bab II Pembahasan
2.1. Pendidikan Sebagai Pusat Perubahan.…......……………………….     
2.2. Pendidikan dan Perubahan Sosial.....…………………………….     
2.3. Demokratisasi………………………………….................................
2.4. Kemajuan Iptek..................................................................................
2.5. Globalisasi...........................................................................................
Bab III Penutup
3.1. Kesimpulan…………………………………………………………...  
3.2. Saran dan Kritik………………………………………………………  
Daftar Pustaka





BAB 1
PENDAHULUAN


1.1. Latar belakang
Apabila seseorang mempelajari perubahan masyarakat dalam dunia pendidikan, perlu pula diketahui ke arah mana perubahan dalam masyarakat itu bergerak. Yang jelas, perubahan bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Akan tetapi setelah meninggalkan faktor itu, mungkin perubahan itu bergerak kepada sesuatu bentuk yang sama sekali baru, namun mungkin pula bergerak ke arah suatu bentuk yang sudah ada di dalam waktu yang lampau.
Usaha-usaha masyarakat dalam dunia pendidikan bergerak ke arah modernisasi dalam pemerintahan, angkatan bersenjata, pendidikan, dan industrialisasi yang disertai dengan usaha untuk menemukan kembali kepribadian masyarakat dunia pendidikan , merupakan contoh dan ke dua arah yang berlangsung pada waktu yang sama dalam masyarakat dunia pendidikan kita, guna memperoleh gambaran jelas mengenai arah perubahan dunia pendidikan .[1]


1.2.    Rumusan masalah
1.      Bagaimana gelombang kekuatan perubahan dunia pada pendidikan?
1.3.        Tujuan
1.      Untuk mengetahui gelombang kekuatan perubahan dunia pada pendidikan


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.   Pendidikan Sebagai Pusat Perubahan

Pendidikan disepakati oleh banyak ahli memiliki peran yang besar dalam penyediaan sumberdaya manusia yang berkualitas dan daya saing yang tinggi. Lamanya mengenyam pendidikan dinilai memiliki banyak pengaruh terhadap pembentukan daya saing seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi peluang seseorang untuk meningkatkan kualitas daya saing mereka, dan  semakin rendah tingkat pendidikan akan semakin sulit menumbuhkan kemampuan dan daya saing seseorang.[2]
Meluasnya lapangan kerja di sektor industri dan bisnis, merupakan faktor yang mendorong tumbuh berkembangnya pendidikan, karena kedua sektor tersebut mensyaratkan penyediaan tenaga kerja atau sumberdaya manusia yang terlatih, terdidik dan professional. Terdorong oleh kebutuhan akan kebutuhan kualifikasi pendidikan seperti itu, maka dalam kasus di Amerika Serikat, para pengusaha dan industri menguasai pengelolaan pendidikan di negeri yang pernah menggempur Iraq itu. Akibatnya pendidikan di Amerika Serikat kemudian lebih diartikan sebagai tempat mencetak tenaga kerja yang berdaya saing daripada sebagai pusat perubahan peradaban.[3]

2.2.   Pendidikan dan Perubahan Sosial

Pertama, perubahan sosial ditinjau dan pendidikan tradisional, kita lihat pedagogik tradisional memandang lembaga pendidikan sebagai salah satu dari struktur sosial dan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Lembaga pendidikan, seperti sekolah perlu disiapkan agar lembaga tersebut berfungsi sesuai dengan perubahan sosial yang terjadi. Apabila lembaga sekolah tidak dapat mengikuti perubahan sosial maka dia kehilangan fungsinya dan kemungkinan besar dia ditinggalkan masyarakat.
Sebagai lembaga sosial, proses belajar di sekolab disesuaikan dengan fungsi dan peranan lembaga pendidikan. Fungsi sekolah ialah mentransmisikan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat dan kebudayaan pada saat itu. Di dalam pedagogik tradisional, tempat individu adalah sebagai objek perubahan sosial. Individu tersebut mempelajari peranan yang baru di dalam kehidupan sosial yang berubah. Sekolah adalah tempat yang memperoleh legitimasinya dan kehidupan masyarakat atau pemerintah yang mempunyainya. Dalam pendekatan perencanaan pendidikan, kita mengenal empat pendekatan: (1) social demand approach (pendekatan kebutuhan sosial); (2) manpower approach (pendekatan ketenagakerjaan); (3) cost and benefit (pendekatan untung-rugi); (4) cost effectiveness (efektivitas). Keempat pendekatan ini mencoba memberikan alternatif pendekatan perencanaan pendidikan agar sesuai dengan perubahan sosial di lingkungan sekitarnya. Misalnya di suatu daerah lebih banyak dibutuhkan tenaga kerja dalam bidang teknik, maka dapat mendirikan sekolah dengan pendekatan perencanaan man power Approach, seperti: STM, SMK.[4]
Kedua, perubahan sosial ditinjau dan pedagogik modern (pedagogik transformatif). Titik tolak dan pedagogik transformatif ialah “individu yang-menjadi.” Hal ini berarti seorang individu hanya dapat berkembang di dalam interaksinya dengan tatanan kehidupan sosial budaya di mana dia hidup. Individu tidak dapat berkembang apabila diisolasikan dan dunia sosial budaya di mana dia hidup. Adanya suatu pengakuan peran aktif partisipatif dan individu yang menjadi dalam tatanan kehidupan sosial dan budayanya. Individu bukanlah sekadar menerima nilainilai tersebut hanya dapat dimilikinya melalui peranannya yang aktif partisipatif di dalam aktivitas sosial budaya dalam lingkungannya. Jadi, berbeda dengan pandangan pedagogik tradisional yang melihat individu sebagai suatu makhluk yang pasifreaktif, yang hanya berkembang karena pengaruh-pengaruh dan luar, termasuk pengaruh dan perubahan sosial yang terjadi dalam lingkungannya.[5]

2.3.   Demokratisasi
      Demokrasi pada dasarnya mengakui setiap warga negara sebagai pribadi yang unik, berbeda satu sama lain dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Demokrasi memberikan kesempatan yang luas bagi pelaksanaan dan pengembangan potensi masing-masing individu tersebut, baik secara fisik maupun mental spiritual. Demokrasi juga mengakui bahwa setiap individu mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Karena itu, pendidikan yang demokratis adalah pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai individu yang unik berbeda satu sama lain dan mempunyai potensi yang perlu diwujudkan dan dikembangkan semaksimal mungkin. Untuk itu pendidikan yang demokratis harus memberikan treatmen berbeda kepada sasaran didik yang berbeda sesuai dengan karakteristik masing-masing. Pendidikan yang demokratis juga menuntut partisipasi aktif peserta didik bersama guru dalam merencanakan, mengembangkan dan melaksanakan proses belajar-mengajar. Partisipasi orang tua dan masyarakat juga amat penting dalam merancang, mengembangkan dan melaksanakan proses pendidikan tersebut.

        Demokrasi, dalam lingkup pendidikan, adalah pengakuan terhadap individu peserta didik, sesuai dengan harkat dan martabat peserta didik itu sendiri, karena demokrasi adalah alami dan manusiawi. Ini berarti bahwa penelitian pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan harus mengakui dan menghargai kemampuan dan karakteristik individu peserta didik. Tidak ada unsur paksaan atau mencetak siswa yang tidak sesuai dengan harkatnya.

         Impian pendidikan berkualitas hanya dapat diwujudkan dalam alam demokrasi pendidikan dan demokrasi pendidikan hanya dapat diwujudkan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Namun, kenyatannya kehidupan yang demokratis masih lebih merupakan keinginan daripada kenyataan.

       Konsep sistem pendidikan yang demokratis terkait dengan bagaimana pendidikan tersebut disiapkan, dirancang dan dikembangkan sehingga memungkinkan terwujudnya ciri-ciri atau nilai-niklai demokrasi. Ini juga bersifat umum dalam arti mengemas sistem pendidikan dengan seluruh komponen, yaitu kurikulum, materi pendidikan, sarana prasarana, lingkungan siswa, guru dan tenaga pendidikan lainnya, proses pendidikan dan lainnya. Bisa juga bersifat khusus yaitu pengemasan komponen-komponen tertentu dari sistem pendidikan tersebut mislanya bagaimana kurikulum atau bahan pelajaran atau proses belajar mengajar dirancang sedemikian rupa sehingga mencerminkan dan memungkinkan terbentuknya nilai-nilai demokrasi.[6]

2.4.   Kemajuan IPTEK
Sebagai pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi perubahan yang luas serta mendasar dalam semua aspek masyarakat. Semula orang mempunyai harapan yang optimistis bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sendirinya akan membawa kemudahan, kemakmuran, dan kebahagiaan bagi seluruh umat manusia. Bila kemajuan itu memang digunakan demi kesejahteraan manusia, maka teknologi dengan mudah dapat menghasilkan segala sesuatu yang diperlukan oleh setiap orang bagi kebutuhan hidupnya. Sekarang telah ternyata bahwa yang menimbulkan masalah bukan kekurangan melainkan kelebihan produksi dalam berbagai macam bidang.
Kemajuan teknologi tidak dibarengi oleh kemajuan social. Dalam bidang emosi, moral, sikap kasih terhadap sesama manusia, tidak mengalami kemajuan yang sejajar dengna kemajuan teknologi itu. Selain itu tiap kemajuan ilm,u pengetahuan dan teknologi menimbulkan masalah-masalah baru yang lebih kompleks dan lebih sukar untuk diatasi.
Perubahan-perubahan yang cepat dan menyeluruh makin mempersulit manusia untuk meramalkan atau merencanakan masa depan dunia. Kekuasaan dan kekuatan yang dilahirkan oleh teknologi modern demikian dahsyatnya sehingga bila tidak dikontrol dapat memusnahkan manusia yang mencitptakannya.
Kemajuan teknologi juga mengubah manusia itu sendiri. Industrialisasi mengakibatkan urbanisasi, melemahkan atau melenyapkan pengaruh tradisi dan adat-istiadat, mengubah hubungan social, bahkan melenyapkan identitas manusia terutama di kota besar. Spesialisasi yang diperlukan oleh industry menghilangkan manusia sebagai kepribadian yang bulat dalam menghadapi pekerjaannya kerena ia hanya menjadi suatu bagian kecil dalam suatu mesin raksasa. Ia bukan lagi berkuasa atas dirinya, melainkan dikuasai oleh daya-daya di luar dirinya. Ia diukur dengan nilai uang menurut prestasinya.[7]

2.5.  Globalisasi
Antara globalisasi dan demokrasi telah menarik perhatian banyak ilmuan abad ke-21. Globalisasi diyakini sebagai suatu pendorong gelombang  demokratisasi dunia. Huntington menyebutnya sebagai The Third Wave untuk menggambarkan gelombang demokrasi dunia di negara dunia ketiga. Data kuantitatif menunjukkan bahwa sekarang ini tidak kurang dari 117 negara dari 191 negara telah melakukan pilihan umum multi partai. Hal ini menunjukkan bahwa sistem politik demokrasi (dengan menggunakan ukuran ini) telah di anut banyak negara, demikian di ungkapkan Jaan Aart Scolte.
Globalisai sebagai suatu produk pembangunan di motori barat selaku pemenang konstelasi dunia dalam sains-iptek dan ekonomi. Namun, perlu di sadari bahwa keberhasilan barat menjadi pihak paling berpengaruh didunia sesungguhnya tidak lepas dari keberadaan dan peranan lembaga pendidikan. Jadi, persoalan globalisasi tidak terlepas dari keberadaan lembaga pendidikan selaku pencetak sumber daya manusia (SDM). Munculnya kategori negara berkembang (developing countries) dan negara-negara maju (developed countries) , pada dasarnya sebagai konsekuensi atas perbedaan tingkat kualitas SDM untuk keperluan modernisasi. Sebagaimana modernisasi, globalisasi merupakan keharusan sejarah. Globalisasi merupakan bagian dari dinamika peradaban manusia. Islam memandang menuntut ilmu dengan orang yang berjuang  di jalan Allah (fi sabilillah). Manusia harus berupaya mengejar ilmu tentang bagaimana sesungguhnya syari’at dan akhlak islam. Seorang mewujudkan dimensi praktik agama (syari’ah) dan dimensi pengamalan (akhlak), diharuskan mendahulukan dimensi pengetahuan (ilmu). Sebab dimensi ilmu merupakan persyaratan bagi terlaksananya dimensi peribadatan dan dimensi pengamalan.
Seiring dengan berkembangnya aktivitas manusia, era globalisasi pun mengandung banyak kecenderungan. Pengklasifikasian atas kecenderungan yang muncul saat tergantung pada cara seorang memahami dinamika dunia, dan sejauh mana dia merasa terlibat di dalam kondisi global. Emil salim (2005) mengatakan globalisasi memiliki beberapa kecenderungan berikut : perkembangan globalisasi ekonomi, perkrmbangan teknologi yang cepat, perubahan demografi, perubahan politik, dan perubahan sistem nilai. Supriyoko (1993) menyatakan konsep dasar globalisasi dapat dilihat dari aspek : ketergantungan (interpedency) dalam masalah sosial, politik dan budaya; peran strategis informasi; dan era industri sebagai kemajuan suatu bangsa.[8]










BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pendidikan memiliki peran yang besar dalam penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan daya saing yang tinggi.. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi peluang seseorang untuk meningkatkan kualitas daya saing mereka, dan  semakin rendah tingkat pendidikan akan semakin sulit menumbuhkan kemampuan dan daya saing seseorang. Globalisasi diyakini sebagai suatu pendorong gelombang  demokratisasi dunia. Jadi, persoalan globalisasi tidak terlepas dari keberadaan lembaga pendidikan selaku pencetak sumber daya manusia (SDM). pada dasarnya sebagai konsekuensi atas perbedaan tingkat kualitas SDM untuk keperluan modernisasi. Sebagaimana modernisasi, globalisasi merupakan keharusan sejarah.

3.2. Saran dan Kritik
Saya sangat menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih banyak sekali kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu saya berharap kepada dosen pembimbing dan para pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun agar tercipta makalah yang lebih baik lagi.



[1] Suryono Sukanto , Sosiologi suatu pengantar,  (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994) , 380
[2] Zainudin Maliki , Sosiologi Pendidikan , (Yogyakarta : Gadja Mada University Press, 2008 ) , 272
[3] Ibid, 273
[4] Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan ; individu, masyarakat, dan pendidikan ,(Jakarta:Raja Grafindo,2011),220
[5] Ibid,221
[6] Seninc/10/06/13/http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/06/pendidikan-yang-demokratis.html
[7] Nasution, Sosiologi Pendidikan , (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 157
[8] Abdullah  Idi, Sosiologi Pendidikan ; individu, masyarakat,231

Tidak ada komentar:

Posting Komentar