Daftar
Isi
Cover………………………………………………………………........
Kata
Pengantar………………………………………………………….
Daftar
Isi………………………………………………………………..
Bab
I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang…………………………………………………..
1.2. Rumusan Masalah……………………………………………….
1.3. Tujuan……………………………………………………………
Bab
II Pembahasan
2.1.
Pendidikan Sebagai Pusat Perubahan.…......……………………….
2.2.
Pendidikan dan Perubahan Sosial….....…………………………….
2.3.
Demokratisasi………………………………….................................
2.4. Kemajuan Iptek..................................................................................
2.5.
Globalisasi...........................................................................................
Bab
III Penutup
3.1.
Kesimpulan…………………………………………………………...
3.2.
Saran dan Kritik………………………………………………………
Daftar
Pustaka
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Apabila seseorang
mempelajari perubahan masyarakat
dalam dunia pendidikan, perlu pula diketahui
ke arah mana perubahan dalam masyarakat itu bergerak. Yang jelas, perubahan
bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Akan tetapi setelah meninggalkan
faktor itu, mungkin perubahan itu bergerak kepada sesuatu bentuk yang sama
sekali baru, namun mungkin pula bergerak ke arah suatu bentuk yang sudah ada di
dalam waktu yang lampau.
Usaha-usaha masyarakat dalam dunia pendidikan
bergerak ke arah modernisasi dalam pemerintahan, angkatan bersenjata,
pendidikan, dan industrialisasi yang disertai dengan usaha untuk menemukan
kembali kepribadian masyarakat dunia
pendidikan , merupakan contoh dan ke dua arah yang
berlangsung pada waktu yang sama dalam masyarakat dunia pendidikan kita, guna memperoleh gambaran
jelas mengenai arah perubahan dunia pendidikan
.[1]
1.2. Rumusan masalah
1.
Bagaimana gelombang kekuatan perubahan dunia pada pendidikan?
1.3.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui gelombang kekuatan perubahan dunia pada pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pendidikan Sebagai Pusat Perubahan
Pendidikan disepakati oleh banyak
ahli memiliki peran yang besar dalam penyediaan sumberdaya manusia yang
berkualitas dan daya saing yang tinggi. Lamanya mengenyam pendidikan dinilai
memiliki banyak pengaruh terhadap pembentukan daya saing seseorang. Semakin
tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi peluang seseorang untuk meningkatkan
kualitas daya saing mereka, dan semakin
rendah tingkat pendidikan akan semakin sulit menumbuhkan kemampuan dan daya
saing seseorang.[2]
Meluasnya lapangan
kerja di sektor industri dan bisnis, merupakan faktor yang mendorong tumbuh
berkembangnya pendidikan, karena kedua sektor
tersebut mensyaratkan penyediaan tenaga kerja atau sumberdaya manusia yang
terlatih, terdidik dan professional. Terdorong oleh kebutuhan akan kebutuhan
kualifikasi pendidikan seperti itu, maka dalam kasus di Amerika Serikat, para
pengusaha dan industri menguasai pengelolaan pendidikan di negeri yang pernah
menggempur Iraq itu. Akibatnya pendidikan di Amerika Serikat kemudian lebih
diartikan sebagai tempat mencetak tenaga kerja yang berdaya saing daripada
sebagai pusat perubahan peradaban.[3]
2.2. Pendidikan
dan Perubahan Sosial
Pertama,
perubahan sosial ditinjau dan pendidikan tradisional, kita lihat pedagogik
tradisional memandang lembaga pendidikan sebagai salah satu dari struktur
sosial dan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Lembaga pendidikan, seperti
sekolah perlu disiapkan agar lembaga tersebut berfungsi sesuai dengan perubahan
sosial yang terjadi. Apabila lembaga sekolah tidak dapat mengikuti perubahan
sosial maka dia kehilangan fungsinya dan kemungkinan besar dia ditinggalkan
masyarakat.
Sebagai lembaga
sosial, proses belajar di sekolab disesuaikan dengan fungsi dan peranan lembaga
pendidikan. Fungsi sekolah ialah mentransmisikan nilai-nilai yang hidup di
dalam masyarakat dan kebudayaan pada saat itu. Di dalam pedagogik tradisional,
tempat individu adalah sebagai objek perubahan sosial. Individu tersebut
mempelajari peranan yang baru di dalam kehidupan sosial yang berubah. Sekolah
adalah tempat yang memperoleh legitimasinya dan kehidupan masyarakat atau
pemerintah yang mempunyainya. Dalam pendekatan perencanaan pendidikan, kita
mengenal empat pendekatan: (1) social demand approach (pendekatan
kebutuhan sosial); (2) manpower approach (pendekatan ketenagakerjaan);
(3) cost and benefit (pendekatan untung-rugi); (4) cost effectiveness
(efektivitas). Keempat pendekatan ini mencoba memberikan alternatif pendekatan
perencanaan pendidikan agar sesuai dengan perubahan sosial di lingkungan
sekitarnya. Misalnya di suatu daerah lebih banyak dibutuhkan tenaga kerja dalam
bidang teknik, maka dapat mendirikan sekolah dengan pendekatan perencanaan man
power Approach, seperti: STM, SMK.[4]
Kedua, perubahan
sosial ditinjau dan pedagogik modern (pedagogik transformatif). Titik tolak dan
pedagogik transformatif ialah “individu yang-menjadi.” Hal ini berarti seorang
individu hanya dapat berkembang di dalam interaksinya dengan tatanan kehidupan
sosial budaya di mana dia hidup. Individu tidak dapat berkembang apabila
diisolasikan dan dunia sosial budaya di mana dia hidup. Adanya suatu pengakuan
peran aktif partisipatif dan individu yang menjadi dalam tatanan kehidupan
sosial dan budayanya. Individu bukanlah sekadar menerima nilainilai tersebut
hanya dapat dimilikinya melalui peranannya yang aktif partisipatif di dalam
aktivitas sosial budaya dalam lingkungannya. Jadi, berbeda dengan pandangan
pedagogik tradisional yang melihat individu sebagai suatu makhluk yang
pasifreaktif, yang hanya berkembang karena pengaruh-pengaruh dan
luar, termasuk pengaruh dan perubahan sosial yang terjadi dalam lingkungannya.[5]
2.3. Demokratisasi
Demokrasi pada dasarnya mengakui setiap warga negara
sebagai pribadi yang unik, berbeda satu sama lain dengan kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Demokrasi memberikan kesempatan yang luas bagi
pelaksanaan dan pengembangan potensi masing-masing individu tersebut, baik
secara fisik maupun mental spiritual. Demokrasi juga mengakui bahwa setiap
individu mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Karena itu, pendidikan yang
demokratis adalah pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai individu
yang unik berbeda satu sama lain dan mempunyai potensi yang perlu diwujudkan
dan dikembangkan semaksimal mungkin. Untuk itu pendidikan yang demokratis harus
memberikan treatmen berbeda kepada sasaran didik yang berbeda sesuai dengan
karakteristik masing-masing. Pendidikan yang demokratis juga menuntut
partisipasi aktif peserta didik bersama guru dalam merencanakan, mengembangkan
dan melaksanakan proses belajar-mengajar. Partisipasi orang tua dan masyarakat
juga amat penting dalam merancang, mengembangkan dan melaksanakan proses
pendidikan tersebut.
Demokrasi, dalam lingkup pendidikan, adalah pengakuan
terhadap individu peserta didik, sesuai dengan harkat dan martabat peserta
didik itu sendiri, karena demokrasi adalah alami dan manusiawi. Ini berarti
bahwa penelitian pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan harus
mengakui dan menghargai kemampuan dan karakteristik individu peserta didik.
Tidak ada unsur paksaan atau mencetak siswa yang tidak sesuai dengan harkatnya.
Impian pendidikan berkualitas hanya dapat diwujudkan
dalam alam demokrasi pendidikan dan demokrasi pendidikan hanya dapat diwujudkan
dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.
Namun, kenyatannya kehidupan yang demokratis masih lebih merupakan keinginan
daripada kenyataan.
Konsep sistem pendidikan yang demokratis terkait
dengan bagaimana pendidikan tersebut disiapkan, dirancang dan dikembangkan
sehingga memungkinkan terwujudnya ciri-ciri atau nilai-niklai demokrasi. Ini
juga bersifat umum dalam arti mengemas sistem pendidikan dengan seluruh
komponen, yaitu kurikulum, materi pendidikan, sarana prasarana, lingkungan
siswa, guru dan tenaga pendidikan lainnya, proses pendidikan dan lainnya. Bisa
juga bersifat khusus yaitu pengemasan komponen-komponen tertentu dari sistem
pendidikan tersebut mislanya bagaimana kurikulum atau bahan pelajaran atau
proses belajar mengajar dirancang sedemikian rupa sehingga mencerminkan dan
memungkinkan terbentuknya nilai-nilai demokrasi.[6]
2.4. Kemajuan IPTEK
Sebagai pengaruh
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi perubahan yang luas serta mendasar
dalam semua aspek masyarakat. Semula orang mempunyai harapan yang optimistis
bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sendirinya akan membawa
kemudahan, kemakmuran, dan kebahagiaan bagi seluruh umat manusia. Bila kemajuan
itu memang digunakan demi kesejahteraan manusia, maka teknologi dengan mudah
dapat menghasilkan segala sesuatu yang diperlukan oleh setiap orang bagi
kebutuhan hidupnya. Sekarang telah ternyata bahwa yang menimbulkan masalah
bukan kekurangan melainkan kelebihan produksi dalam berbagai macam bidang.
Kemajuan
teknologi tidak dibarengi oleh kemajuan social. Dalam bidang emosi, moral,
sikap kasih terhadap sesama manusia, tidak mengalami kemajuan yang sejajar
dengna kemajuan teknologi itu. Selain itu tiap kemajuan ilm,u pengetahuan dan
teknologi menimbulkan masalah-masalah baru yang lebih kompleks dan lebih sukar
untuk diatasi.
Perubahan-perubahan
yang cepat dan menyeluruh makin mempersulit manusia untuk meramalkan atau
merencanakan masa depan dunia. Kekuasaan dan kekuatan yang dilahirkan oleh
teknologi modern demikian dahsyatnya sehingga bila tidak dikontrol dapat
memusnahkan manusia yang mencitptakannya.
Kemajuan
teknologi juga mengubah manusia itu sendiri. Industrialisasi mengakibatkan
urbanisasi, melemahkan atau melenyapkan pengaruh tradisi dan adat-istiadat,
mengubah hubungan social, bahkan melenyapkan identitas manusia terutama di kota
besar. Spesialisasi yang diperlukan oleh industry menghilangkan manusia sebagai
kepribadian yang bulat dalam menghadapi pekerjaannya kerena ia hanya menjadi
suatu bagian kecil dalam suatu mesin raksasa. Ia bukan lagi berkuasa atas
dirinya, melainkan dikuasai oleh daya-daya di luar dirinya. Ia diukur dengan
nilai uang menurut prestasinya.[7]
2.5. Globalisasi
Antara globalisasi dan demokrasi telah menarik perhatian
banyak ilmuan abad ke-21. Globalisasi diyakini sebagai suatu pendorong
gelombang demokratisasi dunia.
Huntington menyebutnya sebagai The Third Wave untuk menggambarkan
gelombang demokrasi dunia di negara dunia ketiga. Data kuantitatif menunjukkan
bahwa sekarang ini tidak kurang dari 117 negara dari 191 negara telah melakukan
pilihan umum multi partai. Hal ini menunjukkan bahwa sistem politik demokrasi
(dengan menggunakan ukuran ini) telah di anut banyak negara, demikian di
ungkapkan Jaan Aart Scolte.
Globalisai sebagai suatu produk pembangunan di motori
barat selaku pemenang konstelasi dunia dalam sains-iptek dan ekonomi. Namun,
perlu di sadari bahwa keberhasilan barat menjadi pihak paling berpengaruh
didunia sesungguhnya tidak lepas dari keberadaan dan peranan lembaga
pendidikan. Jadi, persoalan globalisasi tidak terlepas dari keberadaan lembaga
pendidikan selaku pencetak sumber daya manusia (SDM). Munculnya kategori negara
berkembang (developing countries) dan negara-negara maju (developed
countries) , pada dasarnya sebagai konsekuensi atas perbedaan tingkat
kualitas SDM untuk keperluan modernisasi. Sebagaimana modernisasi, globalisasi
merupakan keharusan sejarah. Globalisasi merupakan bagian dari dinamika
peradaban manusia. Islam memandang menuntut ilmu dengan orang yang
berjuang di jalan Allah (fi
sabilillah). Manusia harus berupaya mengejar ilmu tentang bagaimana
sesungguhnya syari’at dan akhlak islam. Seorang mewujudkan dimensi praktik
agama (syari’ah) dan dimensi pengamalan (akhlak), diharuskan
mendahulukan dimensi pengetahuan (ilmu). Sebab dimensi ilmu merupakan
persyaratan bagi terlaksananya dimensi peribadatan dan dimensi pengamalan.
Seiring dengan berkembangnya aktivitas manusia, era
globalisasi pun mengandung banyak kecenderungan. Pengklasifikasian atas
kecenderungan yang muncul saat tergantung pada cara seorang memahami dinamika
dunia, dan sejauh mana dia merasa terlibat di dalam kondisi global. Emil salim
(2005) mengatakan globalisasi memiliki beberapa kecenderungan berikut :
perkembangan globalisasi ekonomi, perkrmbangan teknologi yang cepat,
perubahan demografi, perubahan politik, dan perubahan sistem nilai. Supriyoko
(1993) menyatakan konsep dasar globalisasi dapat dilihat dari aspek : ketergantungan
(interpedency) dalam masalah sosial, politik dan budaya; peran strategis
informasi; dan era industri sebagai kemajuan suatu bangsa.[8]
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pendidikan memiliki peran yang
besar dalam penyediaan sumber daya
manusia yang berkualitas dan daya saing yang tinggi.. Semakin tinggi tingkat
pendidikan, semakin tinggi peluang seseorang untuk meningkatkan kualitas daya
saing mereka, dan semakin rendah tingkat
pendidikan akan semakin sulit menumbuhkan kemampuan dan daya saing seseorang. Globalisasi
diyakini sebagai suatu pendorong gelombang
demokratisasi dunia. Jadi, persoalan globalisasi tidak terlepas dari
keberadaan lembaga pendidikan selaku pencetak sumber daya manusia (SDM). pada
dasarnya sebagai konsekuensi atas perbedaan tingkat
kualitas SDM untuk keperluan modernisasi. Sebagaimana modernisasi, globalisasi
merupakan keharusan sejarah.
3.2. Saran dan Kritik
Saya
sangat menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih banyak
sekali kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu saya berharap kepada dosen
pembimbing dan para pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang bersifat
membangun agar tercipta makalah yang lebih baik lagi.